Allah menciptakan alam semesta (termasuk manusia) tidaklah dengan
palsu dan sia-sia (QS. As-Shod ayat 27). Segala ciptaan-Nya mengandung
maksud dan manfaat. Oleh karena itu, sebagai makhluk yang paling mulia,
sekaligus sebagai khalifah di muka bumi, manusia harus meyadari terhadap
tujuan hidupnya. Dalam konteks ini, al-Qur’an menjelaskan, bahwa
manusia memiliki bebrapa tujuan hidup, diantaranya adalah sebagai
berikut;
Menyembah Kepada Allah (Beriman)
Keberadaan manusia di muka bumi ini bukanlah ada dengan sendirinya.
Manusia diciptakan oleh Allah, dengan dibekali potensi dan infrastruktur
yang sangat unik. Keunikan dan kesempurnaan bentuk manusia ini bukan
saja dilihat dari bentuknya, akan tetapi juga dari karakter dan sifat
yang dimiliki oleh manusia. Sebagai ciptaan, manusia dituntut memiliki
kesadaran terhadap posisi dan kedudukan dirinya di hadapan Tuhan. Dalam
konteks ini, posisi manusia dihadapan Tuhan adalah bagaikan “hamba”
dengan “majikan” atau “abdi” dengan “raja”, yang harus menunjukan sifat
pengabdiaan dan kepatuhan.
Sebagai agama yang haq, Islam menegaskan bahwa posisi manusia di
dunia ini adalah sebagai ‘abdullah (hamba Allah). Posisi ini menunjukan
bahwa salah satu tujuan hidup manusia di dunia adalah untuk mengabdi
atau beribadah kepada Allah. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada Allah
adalah taat dan patuh terhadap seluruh perintah Allah, dengan cara
menjalankan seluruh perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh
larangan-Nya dalam segala aspek kehidupan. Dalam hal ini, Allah Swt.
menjelaskan dalam firman-Nya, bahwa tujuan hidup manusia adalah
semata-mata untuk mengabdi (beribadah) kepada-Nya (QS. Adz-Dzariyat ayat
56 dan QS. Al-Bayyinah ayat 5).
Makan beribadah sebagaimana dikemukakan di atas (mentaati segala
perintah dan menjauhi larangan Allah) merupakan makna ibdah secara umum.
Dalam tataran praktis, ibadah secara umum dapat diimplementasikan dalam
setiap aktivitas yang diniatkan untuk menggapai keridlaan-Nya, seperti
bekerja secara professional, mendidik anak, berdakwah dan lain
sebagainya. Dengan demikian, misi hidup manusia untuk beribadah kepada
Allah dapat diwujudkan dalam segala aktivitas yang bertujuan mencari
ridla Allah (mardlotillah).
Sedangkan secara khusus, ibadah dapat dipahami sebagai ketaatan
terhadap hukum syara’ yang mengatur hubungan vertical-transendental
(manusia dengan Allah). Hukum syara’ ini selalu berkaitan dengan amal
manusia yang diorientasikan untuk menjalankan kewajiban ‘ubudiyah
manusia, seperti menunaikan ibadah shalat, menjalankan ibadah puasa,
memberikan zakat, pergi haji dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan
hidup manusia yang pertama adalah menyembah kepada Allah. Dalam
pengertian yang lebih sederhana, tujuan ini dapat disebut dengan
“beriman”. Manusia memiliki keharusan menjadi individu yang beriman
kepada Allah (tauhid). Beriman merupakan kebalikan dari syirik, sehingga
dalam kehidupannya manusa sama sekali tidak dibenarkan menyekutukan
Allah dengan segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini (Syirik).
Memanfaatkan Alam Semesta (Beramal)
Manusia adalah puncak ciptaan dan makhluk Allah yang tertinggi (QS.
at-Tien ayat 4). Sebagai makhluk tertinggi, disamping menjadi hamba
Allah, manusia juga dijadikan sebagai khalifah atau wakil Tuhan dimuka
bumi (QS. al-Isra’ ayat 70). Di samping itu, Allah juga menegaskan bahwa
manusia ditumbuhkan (diciptakan) dari bumi dan selanjutnya diserahi
untuk memakmurkannya (QS. Hud ayat 16 dan QS. al-An’am ayat 165). Dengan
demikian, seluruh urusan kehidupan manusia dan eksistensi alam semesta
di dunia ini telah diserahkan oleh Allah kepada manusia.
Perintah memakmurkan alam, berarti perintah untuk menjadikan alam
semesta sebagai media mewujudkan kemaslahatan hidup manusia di muka
bumi. Al-Qur’an menekankan bahwa Allah tidak pernah tak perduli dengan
ciptaan-Nya. Ia telah menciptakan bumi sebanyak Ia menciptakan langit,
yang kesemuanya dimaksudkan untuk menjamin kesejahteraan lahir dan batin
manusia. Ia telah menciptakan segala sesuatu untuk kepentingan manusia.
Bintang diciptakan untuk membantu manusia dalam pelayaran, bulan dan
matahari diciptakan sebagai dasar penanggalan. Demikian juga dengan
realitas kealaman yang lainnya, diciptakan adalah dengan membekal maksud
untuk kemaslahatan manusia.
Untuk menjadikan realitas kealaman dapat dimanfaatkan oleh manusia,
Allah telah membekalinya dengan potensi akal. Di samping itu, Allah juga
telah mengajarkan kepada manusia terhadap nama-nama benda yang ada di
alam semesta. Semua ini diberikan oleh Allah adalah sebagai bekal untuk
menjadikan alam semesta sebagai media membentuk kehidupan yang sejahtera
lahir dan batin. Dalam hal ini Allah menegaskan bahwa manusia harus
mengembara dimuka bumi, dan menjadikan seluruh fenomena kelaman sebagai
pelajaran untuk meraih kebahagian hidupnya (QS. Al-Ankabut ayat 20 dan
QS. Al-Qashash ayat 20).
Berdasarkan uraian di atas, maka sangat jelas bahwa dalam
kehidupannya manusia memiliki tujuan untuk memakmurkan alam semesta.
Implementasi tujuan ini dapat diwujudkan dalam bentuk mengambil i’tibar
(pelajaran), menunjukan sikap sportif dan inovatif serta selalu berbuat
yang bermanfaat untuk diri dan lingkungannya. Dalam konteks hubungannya
dengan alam semesta, dalam kehidupannya manusia memiliki tujuan untuk
melakukan kerja perekayasaan agar segala yang ada di alam semesta ini
dapat bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan kata lain, tujuan hidup
manusia yang semacam ini dapat dikatakan dengan tujuan untuk “beramal”.
Membentuk Sejarah Dan Peradaban (Berilmu)
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, Allah menciptakan alam semesta
ini dengan pasti dan tidak ada kepalsuan di dalamnya (QS. Shod ayat
27). Oleh Karena itu, alam memiliki eksistensi yang riil dan obyektif,
serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap (sunnatullah). Di
samping itu, sebagai ciptaan dari Dzat yang merupakan sebaik-baiknya
pencipta (QS. al-Mukminun ayat 14), alam semesta mengandung nilai
kebaikan dan nilai keteraturan yang sangat harmonis. Nilai ini
diciptakan oleh Allah untuk kepentingan manusia, khususnya bagi
keperluan perkembangan sejarah dan peradabannya (QS. Luqman ayat 20).
Oleh karena itu, salah satu tujuan hidup manusia menurut al-Qur’an di
muka bumi ini adalah melakukan penyelidikan terhadap alam, agar dapat
dimengerti hukum-hukum Tuhan yang berlaku di dalamnya, dan selanjutnya
manusia memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri, demi
kemajuan sejarah dan peradabannya.
Proses pemanfaatan alam semesta dalam kehidupan manusia diwujudkan
dengan perbuatan dan aktivitas riil yang memiliki nilai guna. Perbuatan
atau aktivitas riil yang dijalankan manusia dimuka bumi ini selanjutnya
membentuk rentetan peristiwa, yang disebut dengan “sejarah”. Dunia
adalah wadah bagi sejarah, dimana manusia menjadi pemilik atau rajanya.
Hidup tanpa sejarah adalah kehidupan yang dialami oleh manusia setelah
kematian. Karena dalam kehidupan pasca kematian manusia hanya diharuskan
mempertanggungjawabkan terhadap sejarah yang telah dibuat atau dibentuk
selama dalam kehidupannya di dunia. Dengan demikian, dalam kehidupannya
di dunia, manusia juga memiliki tujuan untuk membentuk sejarah dan
peradabannya yang baik, dan selanjutnya harus dipertanggungjawabkan di
hadapatn Tuhannya.
Urain dapat membentuk sejarahnya, manusia harus selalu iqra’ atau
membaca alam semesta. Dengan kata lain, manusia harus menjadikan alam
semesta sebagai media mengembangkan ilmu dan pengetahuannya. Oleh karena
itu, tujuan manusia membentuk sejarah dan peradaban ini dapat dikatakan
sebagai tujuan menjadi manusia yang “berilmu”.
Berdasarkan uraian tentang tujuan-tujuan hidup manusia di atas, dapat
ditarik benang merah, bahwa menurut al-Qur’an manusia setidaknya
memiliki 3 tujuan dalam hidupnya. Ketiga tujuan tersebut adalah;
pertama, menyembah kepada Allah Swt. (beriman). Kedua, memakmurkan alam
semesta untuk kemaslahatan (beramal) dan Ketiga, membentuk sejarah dan
peradabannya yang bermartabat (berilmu). Dengan kata lain, menurut
al-Qur’an, tugas atau tujuan pokok hidup manusia dimuka bumi ini
sebenarnya sangatlah sederhana, yakni menjadi manusia yang “beriman”,
“beramal” dan “berilmu”. Keterpaduan ketiga tujuan hidup manusia inilah
yang menjadikan manusia memiliki eksistensi dan kedudukan yang berbeda
dari makhluk Allah lainnya.
Senin, 29 Oktober 2012
Minggu, 28 Oktober 2012
Manusia dan Kebudayaan
Manusia dan Kebudayaan
Manusia
dan kebudayaan mempunyai kaitan hubungan yang erat, setiap manusia
mempunyai kebudayaan masing- masing. Sebelum membahas hubungan manusia
dan kebudayaan, mari kita bahas satu – satu antara manusia dan
kebudayaan.
A. Manusia
Definisi manusia dapat di lihat dari banyak sudut pandang. Dalam ilmu eksakta, manusia di pandang sebagai kumpulan dari partikel – partikel atom yang membentuk jaringan-jaringan sistem yang di miliki oleh manusia (ilmu kimia), manusia merupakan kumpulan dari berbagai sistem fisik yang saling terkait satu sama lain an merupakan kumpulan dari energy(ilmu ekonomi), manusia merupakan makhluk biologis yang tergolong dalam golongan mahluk mamalia(biologi). Dalam ilmu-ilmu social, manusia merupakan mahkluk yang ingin memperoleh keuntungan atau selalu memperhitungkan setiap kegiatan. Sering disebut homo economicus(ilmu ekonomi), manusia merupakan mahluk social yang tidak dapat berdiri sendiri(sosiologi), mahluk yang selalu ingin mempunyai kekuasaan(politik), mahluk yang berbudaya, sering disebut homo-humanus(filsafat), dan lain sebagainya.
Dari definisi-definisi diatas kita dapat melihat bahwa manusia selain dapat dipandang dari banyak segi, juga mempunyai banyak kepentingan.
kita mencoba menerangkan siapa manusia dari unsure-unsur yang membangun manusia.
Ada dua pandangan yang akan kita jadikan acuan untuk menjelaskan tentang unsur – unsur yang membangun manusia.
1. Manusia terdiri dari empat unsure yang saling terkait, yaitu
a. Jasad
Badan kasar manusia yang Nampak pada luarnya, dapat di raba dan di foto, dan mempunyai ruang dan waktu.
b. Hayat
Mengandung unsure hidup, yang di tandai dangan gerak
c. Ruh
Bibingan dan pimpinan Tuhan, daya yang bekerja secara spiritual dan memahami kebenaran, suatu kemampuan mencipta yang bersifat konseptual yang menjadi pusat lahirnya kebudayaan
d. Nafs
Dalam pengertian diri atau keakuan, yaitu kesadaran tentang diri sendiri
2. Manusia sebagai satu kepribadian mengandung tiga unsure yaitu:
a. Id
Yang merupakan struktur kepribadian yang paling primitive dan paling tidak tampak. Id merupakan libido murni, atau energy psikis yang menunjukkan ciri alami yang irrasional dan terkait dengan sex, yang secara instingtual menentukan proses-proses ketidaksadaran(unconscious). Id tidak berhubungan dengan lingkungan luar diri, tetapi terkait dengan struktur lain kepribadian yang pada gilirannya menjadi mediator antara insting Id dengan dunia luar.
b. Ego
Merupakan bagian atau struktur kepribadian yang pertama kali dibedakan dari id, seringkali disebut sebgai kepribadian “eksekutif” karena peranannya dalam menghubungkan energy id ke dalam saluran social yang dapat dimengerti oleh orang lain. Perkembangan ego terjadi antara usia satu dan dua tahun, pada saat anak secara nyata berhubungan dengan lingkungannya.
c. Superego
Merupakan struktur kepribadian yang paling akhir, muncul kira-kira pada usia lima tahun, dibandingkan dangan id dan ego, yang berkembang secara internal dalam diri individu, superego terbentuk dari lingkungan eksternal. Jadi superego merupakan kesatuan standar-standar moral yang diterima oleh ego dari sejumlah agen yang mempunyai otoritas di dalam lingkungan luar diri, biasanya merupakan asimilasi dari pandangan-pandangan orang tua. Baik aspek negative maupun poasitif dari standar moral tingkah laku ini di wakilkan atau di tunjukan oleh superego.
Hakekat manusia
a. Makhluk ciptaan tuhan yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh
Tubuh adalah materi yang dapat di lihat, di raba, di rasa, wujudnya konkrit tetapi tidak abadi. Jika manusia itu meninggal, tubuh hancur dan lenyap.
b. Mahluk ciptaan tuhan yang paling sempurna, jika dibandingkan dengan mhluk lainnya.
Kesempurnaan terletak pada adab dan budayanya, karena manusia di lengkapi oleh penciptanya dangen akal, perasaan, dan kehendak yang terdapat di dalam jiwa manusia. Dengan akal(ratio) manusia mampu menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Mahluk biokultural, yaitu mahluk hayati yang budayawi
Manusia adalah produk dari saling tindak atau interaksi factor-faktor hayati dan budayawi. Sebagai mahluk hayati, manusia dapat dipelajari dari segi-segi anatomi, fisiologi atau faal, biokimia, psikobiologi, patologi, genetika, biodemografi, evolusi biologisnya, dan sebagainya.
d. Makhluk ciptaan tuhan yang terikat dengan lingkungan (ekologi), mempunyai kualitas dan martabat karena kemampuan bekerja dan berkarya.
Soren kienkegaard seorang filsuf Denmark pelopor ajaran “eksistensialisme” memandang mansia dalam konteks kehidpuan konkrit adalah mahluk hidpu alamiah yang terikat dengan lingkungannya(ekologi), memiliki sifat-sifat alamiah dan tunduk pada hokum alamiah pula.
B. Pengertian kebudayaan
Apabila kita berbicara tentang kebudayaan, maka kita langsung berhadapan dengan pengertian istilahnya. Pengertian kebudayaan menyangkut bermacam-macam definisi yang telah dipikirkan oleh sarjana-sarjana bidang social budaya seluruh dunia.
Dua orang antropolog terkemuka yaitu Melville j. herkovits dan bronislaw Malinowski mengemukakan bawa cultural determinism berarti segala sesuatu yang terdapat didalam masyarakat ditentukan adalanya oleh kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu.
Herkovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang superorganic, karena kebudayaan yang turun temurun dari generasi ke generasi hidup terus. Walaupun orang – orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan kematian dan kelahiran. Pengertian kebudayaan meliputi bidang yang luasnya seolah-olah tidak ada batasnya. Dengan demikian sukar sekali untuk mendapatkan pembatasan pengertian atau definisi yang tegas dan terinci yag mencakup segala sesuatu yang seharusnya termasuk dalam pengertian tersebut. Dalam pengertian sehari-hari istilah kebudayaan sering diartikan sama dengan kesenian. Terutama seni suara dan seni tari.o
Kebudayaan jika dikaji dari asal kata bahasa sansekerta berasal dari kata budhayah yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa latin, kebudayaan berasal dari kata coere, yang berarti mengolah tanah. Jadi kebudayaan secara umum dapat diartikan sebagai “segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi(pikiran) manusia dengan tujuan untuk mengolah tanah atau tempat tingggalnya, atau dapat pula di artikan segala usaha manusia untuk dapat melangsungkan dan mempertahankan hidupnya di dalam lingkungannya”. Budaya dapat pula di artikan sebagai himpunan pengalaman yang di pelajari,mengacu pada pola-pola perilakuyang di tularkan secara social, yang merupakan kekhususny kelompok social tertentu.
Kebudayaan dengan demikian mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik yang sifatnya material, seperti peralatan-peralatan kerja dan teknologi, maupun yang non-material, seperti nilai kehidupan dan seni-seni tertentu.
Kaitan Manusia dan kebudayaan
Secara sederhana hubungan antara manusia dan kebudayaan adalah: manusia sebagai prilaku kebudayaan, dan kebudayaan merupakan obyek yang dilaksanakan manusia. Tapi apakah sesederhana itu hubungan keduanya?
Dalam sosiologi manusia dan kebudyaan dinilai sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan dan setelah kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai dengannya. Tampak bahwa keduanya akhirnya merupakan satu kesatuan. Contoh sederhana yang dapat kita lihat adalah hubungan antara manusia dengan peraturan-peraturan kemasyarakatan. Pada saat awalnya peraturan itu dibuat oleh manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia membuatnya harus patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang membuatnya.
Dari sisi lain, hubungan antara manusia dan kebudayaan ini dapat di pandang setara dengan hubungan antara manusia dengan masyarakat dinyatakan sebagai dialektis, maksudnya saling terkait satu sama lain. Proses dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu:
1. Eksternalisasi, yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Melalui eksternalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia.
2. Obyektivitas, yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan yang terpisah deari manusia dan berhadapan dengan manusia. Dengan demikian masyarakat dengan segala pranata sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk prilaku manusia.
3. Internalsisasi, yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa manusia mempelajari kembali masyarakatnya sendiri agar dia dapat hidup dengan baik, sehingga manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat.
Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia, dia akan menjadi terasing atau tealinasi (berger, dalam terjemahan m.sastrapratedja, 1991; hal :xv)
Manusia dan kebudayaan, atau manusia dan masyarakat. Oleh karena itu mempunyai hubungan keterkaitan yang erat satu sama lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak dapat lagi membedakan mana yang lebih awal muncul manusia atau kebudayaan, analisa terhadap keberadaan keduanya harus menyertakan pembatasan masalah dan waktu agar penganalisaan dapat dilakukan degan lebih cermat.
A. Manusia
Definisi manusia dapat di lihat dari banyak sudut pandang. Dalam ilmu eksakta, manusia di pandang sebagai kumpulan dari partikel – partikel atom yang membentuk jaringan-jaringan sistem yang di miliki oleh manusia (ilmu kimia), manusia merupakan kumpulan dari berbagai sistem fisik yang saling terkait satu sama lain an merupakan kumpulan dari energy(ilmu ekonomi), manusia merupakan makhluk biologis yang tergolong dalam golongan mahluk mamalia(biologi). Dalam ilmu-ilmu social, manusia merupakan mahkluk yang ingin memperoleh keuntungan atau selalu memperhitungkan setiap kegiatan. Sering disebut homo economicus(ilmu ekonomi), manusia merupakan mahluk social yang tidak dapat berdiri sendiri(sosiologi), mahluk yang selalu ingin mempunyai kekuasaan(politik), mahluk yang berbudaya, sering disebut homo-humanus(filsafat), dan lain sebagainya.
Dari definisi-definisi diatas kita dapat melihat bahwa manusia selain dapat dipandang dari banyak segi, juga mempunyai banyak kepentingan.
kita mencoba menerangkan siapa manusia dari unsure-unsur yang membangun manusia.
Ada dua pandangan yang akan kita jadikan acuan untuk menjelaskan tentang unsur – unsur yang membangun manusia.
1. Manusia terdiri dari empat unsure yang saling terkait, yaitu
a. Jasad
Badan kasar manusia yang Nampak pada luarnya, dapat di raba dan di foto, dan mempunyai ruang dan waktu.
b. Hayat
Mengandung unsure hidup, yang di tandai dangan gerak
c. Ruh
Bibingan dan pimpinan Tuhan, daya yang bekerja secara spiritual dan memahami kebenaran, suatu kemampuan mencipta yang bersifat konseptual yang menjadi pusat lahirnya kebudayaan
d. Nafs
Dalam pengertian diri atau keakuan, yaitu kesadaran tentang diri sendiri
2. Manusia sebagai satu kepribadian mengandung tiga unsure yaitu:
a. Id
Yang merupakan struktur kepribadian yang paling primitive dan paling tidak tampak. Id merupakan libido murni, atau energy psikis yang menunjukkan ciri alami yang irrasional dan terkait dengan sex, yang secara instingtual menentukan proses-proses ketidaksadaran(unconscious). Id tidak berhubungan dengan lingkungan luar diri, tetapi terkait dengan struktur lain kepribadian yang pada gilirannya menjadi mediator antara insting Id dengan dunia luar.
b. Ego
Merupakan bagian atau struktur kepribadian yang pertama kali dibedakan dari id, seringkali disebut sebgai kepribadian “eksekutif” karena peranannya dalam menghubungkan energy id ke dalam saluran social yang dapat dimengerti oleh orang lain. Perkembangan ego terjadi antara usia satu dan dua tahun, pada saat anak secara nyata berhubungan dengan lingkungannya.
c. Superego
Merupakan struktur kepribadian yang paling akhir, muncul kira-kira pada usia lima tahun, dibandingkan dangan id dan ego, yang berkembang secara internal dalam diri individu, superego terbentuk dari lingkungan eksternal. Jadi superego merupakan kesatuan standar-standar moral yang diterima oleh ego dari sejumlah agen yang mempunyai otoritas di dalam lingkungan luar diri, biasanya merupakan asimilasi dari pandangan-pandangan orang tua. Baik aspek negative maupun poasitif dari standar moral tingkah laku ini di wakilkan atau di tunjukan oleh superego.
Hakekat manusia
a. Makhluk ciptaan tuhan yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh
Tubuh adalah materi yang dapat di lihat, di raba, di rasa, wujudnya konkrit tetapi tidak abadi. Jika manusia itu meninggal, tubuh hancur dan lenyap.
b. Mahluk ciptaan tuhan yang paling sempurna, jika dibandingkan dengan mhluk lainnya.
Kesempurnaan terletak pada adab dan budayanya, karena manusia di lengkapi oleh penciptanya dangen akal, perasaan, dan kehendak yang terdapat di dalam jiwa manusia. Dengan akal(ratio) manusia mampu menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Mahluk biokultural, yaitu mahluk hayati yang budayawi
Manusia adalah produk dari saling tindak atau interaksi factor-faktor hayati dan budayawi. Sebagai mahluk hayati, manusia dapat dipelajari dari segi-segi anatomi, fisiologi atau faal, biokimia, psikobiologi, patologi, genetika, biodemografi, evolusi biologisnya, dan sebagainya.
d. Makhluk ciptaan tuhan yang terikat dengan lingkungan (ekologi), mempunyai kualitas dan martabat karena kemampuan bekerja dan berkarya.
Soren kienkegaard seorang filsuf Denmark pelopor ajaran “eksistensialisme” memandang mansia dalam konteks kehidpuan konkrit adalah mahluk hidpu alamiah yang terikat dengan lingkungannya(ekologi), memiliki sifat-sifat alamiah dan tunduk pada hokum alamiah pula.
B. Pengertian kebudayaan
Apabila kita berbicara tentang kebudayaan, maka kita langsung berhadapan dengan pengertian istilahnya. Pengertian kebudayaan menyangkut bermacam-macam definisi yang telah dipikirkan oleh sarjana-sarjana bidang social budaya seluruh dunia.
Dua orang antropolog terkemuka yaitu Melville j. herkovits dan bronislaw Malinowski mengemukakan bawa cultural determinism berarti segala sesuatu yang terdapat didalam masyarakat ditentukan adalanya oleh kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu.
Herkovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang superorganic, karena kebudayaan yang turun temurun dari generasi ke generasi hidup terus. Walaupun orang – orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan kematian dan kelahiran. Pengertian kebudayaan meliputi bidang yang luasnya seolah-olah tidak ada batasnya. Dengan demikian sukar sekali untuk mendapatkan pembatasan pengertian atau definisi yang tegas dan terinci yag mencakup segala sesuatu yang seharusnya termasuk dalam pengertian tersebut. Dalam pengertian sehari-hari istilah kebudayaan sering diartikan sama dengan kesenian. Terutama seni suara dan seni tari.o
Kebudayaan jika dikaji dari asal kata bahasa sansekerta berasal dari kata budhayah yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa latin, kebudayaan berasal dari kata coere, yang berarti mengolah tanah. Jadi kebudayaan secara umum dapat diartikan sebagai “segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi(pikiran) manusia dengan tujuan untuk mengolah tanah atau tempat tingggalnya, atau dapat pula di artikan segala usaha manusia untuk dapat melangsungkan dan mempertahankan hidupnya di dalam lingkungannya”. Budaya dapat pula di artikan sebagai himpunan pengalaman yang di pelajari,mengacu pada pola-pola perilakuyang di tularkan secara social, yang merupakan kekhususny kelompok social tertentu.
Kebudayaan dengan demikian mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik yang sifatnya material, seperti peralatan-peralatan kerja dan teknologi, maupun yang non-material, seperti nilai kehidupan dan seni-seni tertentu.
Kaitan Manusia dan kebudayaan
Secara sederhana hubungan antara manusia dan kebudayaan adalah: manusia sebagai prilaku kebudayaan, dan kebudayaan merupakan obyek yang dilaksanakan manusia. Tapi apakah sesederhana itu hubungan keduanya?
Dalam sosiologi manusia dan kebudyaan dinilai sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan dan setelah kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai dengannya. Tampak bahwa keduanya akhirnya merupakan satu kesatuan. Contoh sederhana yang dapat kita lihat adalah hubungan antara manusia dengan peraturan-peraturan kemasyarakatan. Pada saat awalnya peraturan itu dibuat oleh manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia membuatnya harus patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang membuatnya.
Dari sisi lain, hubungan antara manusia dan kebudayaan ini dapat di pandang setara dengan hubungan antara manusia dengan masyarakat dinyatakan sebagai dialektis, maksudnya saling terkait satu sama lain. Proses dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu:
1. Eksternalisasi, yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Melalui eksternalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia.
2. Obyektivitas, yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan yang terpisah deari manusia dan berhadapan dengan manusia. Dengan demikian masyarakat dengan segala pranata sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk prilaku manusia.
3. Internalsisasi, yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa manusia mempelajari kembali masyarakatnya sendiri agar dia dapat hidup dengan baik, sehingga manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat.
Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia, dia akan menjadi terasing atau tealinasi (berger, dalam terjemahan m.sastrapratedja, 1991; hal :xv)
Manusia dan kebudayaan, atau manusia dan masyarakat. Oleh karena itu mempunyai hubungan keterkaitan yang erat satu sama lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak dapat lagi membedakan mana yang lebih awal muncul manusia atau kebudayaan, analisa terhadap keberadaan keduanya harus menyertakan pembatasan masalah dan waktu agar penganalisaan dapat dilakukan degan lebih cermat.
Langganan:
Postingan (Atom)